” Arti Reggae “
Antara
Musik Reggae dan Rastafarian
Irama musik reggae ini, terdengar mengasyikkan. Iramanya yang
dinamis, membuat pendengarnya terhanyut. Mereka ikut menghayati
lirik-lirik dalam sebuah lagu berirama reggae ini.
Sepintas, penampilan para
penggemar musik reggae ini seakan menunjukkan gaya hidup yang masa
bodoh. Kaos oblong, jeans belel, serta rambut gimbal, menambah lusuh
penampilannya.Ditambah lagi dengan adanya stereotipe negatif yang selama ini muncul. Musik reggae terkesan identik dengan ganja, mariyuana, serta seks bebas. Hal itu diperkuat oleh kenyataan di mana petugas kebersihan kerap menemukan sisa lintingan ganja yang habis dibakar, seusai pertunjukkan musik reggae.
Soal penggunaan ganja untuk menikmati musik reggae tidaklah diterima oleh seluruh penikmat musik reggae. Menurut mereka, reggae sebetulnya adalah musik yang membawa pesan perdamaian.
Dan kematian Bob Marley pada tahun 1981,
malah semakin membuat musik dinamis ini menjadi semakin digemari.Bisa
jadi, penggemar musik yang menghisap ganja saat mendengar lagu-lagu
reggae, sebetulnya terbawa oleh upaya meniru perilaku perilaku negatif
idolanya.
Pada praktiknya, menghisap ganja
dapat memunculkan fantasi tertentu bagi penggunanya. Dan ini yang
diyakini oleh sebagian orang agar dapat membuat mereka lebih menikmati
musik yang dimainkan.Bagi sebagian orang, reggae sebetulnya dapat memberikan pengaruh yang positif. Selain lirik lagu reggae berisi pesan perdamaian, juga memberikan dorongan untuk membuat hidup lebih baik.
Pesan perjuangan yang diusung dalam musik reggae, diilhami dari kondisi sosial di Afrika, khususnya di Jamaika, yang merupakan daerah koloni negara-negara Eropa.
Karena itu, tidak heran orang-orang yang bernasib serupa dengan orang Jamaika, akhirnya juga menyukai reggae.
Namun, tidak semua penggemar reggae memahami makna di balik gelora musik ini. Sebagian masih melihatnya sekedar sebagai hiburan belaka, yang berkonotasi dengan suasana santai, atau liburan.
Sebutan rastaman muncul karena musik reggae awalnya diusung oleh penganut rastafari. Masalahnya, banyak yang menyalahartikan identitas rastafari. Padahal, para penganut rastafari tidak identik dengan alkohol atau pun ganja. Bahkan, mereka tidak memakan daging alias vegetarian.
Sejatinya, rastafarian awalnya merupakan suatu gerakan yang populer di Karibia. Gerakan ini menolak bangsa Afrika berada dalam penindasan kulit putih. Ras Muhamad yang menjalani falsafah rastafari sejak sepuluh tahun terakhir mengakui, di Indonesia terdapat bias dalam memandang rastafarian.
Sesungguhnya,
penganut rastafarian yang disebut sebagai rastamania, atau rastafarian
tidak mengkonsumsi alkohol, obat bius, ganja, dan beberapa diantaranya
adalah vegetarian. Perbedaan cara memandang pada gerakan ini lebih
disebabkan minimnya sumber-sumber informasi yang benar-benar paham akan
rastafari.
Sehingga justru yang timbul dan diikuti oleh sebagian
orang adalah perilaku negatifnya saja.Salah satu musisi Jamaika, Bob
Marley, yang juga menganut rastafarian, memberi andil yang signifikan
dalam mempopulerkan reggae ke dunia internasional.
Tembang-tembang yang dimainkan oleh Bob Marley
memanifestasikan gerakan perjuangannya melawan rezim apartheid di
Afrika.
Lagu dalam musik reggae yang berisi pesan perdamaian,
serta perjuangan terhadap kehidupan maupun kritik-kritik sosial
dilatarbelakangi situasi di Afrika, lebih khusus lagi di Jamaika, yang
kerap mengalami pertikaian politik.
Lagu-lagu
yang berakar dari musik Jamaika, seperti reggae atau ska, yang sarat
dengan semangat anti perbudakan, keinginan untuk hidup mandiri, serta
memiliki tujuan yang jelas dalam hidup, merupakan bagian yang tidak jauh
berbeda dengan falsafah rastafari.
Namun,
bagian positif seperti ini kerap luput dari pandangan banyak penggemar
reggae. Sebagian besar justru lebih banyak terbawa arus gaya hidup sang
legenda, Bob Marley.
Kalangan musisi yang bergelut di aliran musik reggae
menyayangkan kaum pecinta reggae yang tidak mengerti makna sesungguhnya,
musik yang satu ini. Mereka berharap, para pecinta reggae menghayati
makna terdalam dari musik yang satu ini agar aliran ini tidak
dimanfaatkan untuk menjaring kaum remaja ke arah yang negatif.
Saat ini banyak penggemar reggae yang menamai diri rastaman, tetapi menjalani gaya hidup yang seenaknya, yang bertolak belakang dengan pandangan penganut rastafari. Padahal, meski berasal dari kawasan yang sama, reggae dan rastafari merupakan dua hal yang berbeda.
Begitu kentalnya nuansa falsafah
rastafarian dalam ratusan tembang yang dicipta dan dibawakan musisi
reggae, membuat citra reggae dan rastafarian sulit untuk dipisahkan.Saat ini banyak penggemar reggae yang menamai diri rastaman, tetapi menjalani gaya hidup yang seenaknya, yang bertolak belakang dengan pandangan penganut rastafari. Padahal, meski berasal dari kawasan yang sama, reggae dan rastafari merupakan dua hal yang berbeda.
Minimnya informasi mengenai esensi dari reggae dan rastafarian membuat pengertian antar keduanya menjadi tumpang tindih. Bahkan, ada orang yang menggunakan kata rasta sebagai kata ganti untuk mariyuana, atau ganja.
Sehingga
beberapa orang merasa takut untuk disebut sebagai rastaman, karena
berkonotasi negatif. Dalam hal penggunaan ganja, Tony Q (baca : toni
kiuw) yang sudah belasan tahun bergelut di musik reggae, baik di dalam
negeri, maupun mancanegara, punya pengalaman tersendiri dalam hal
penggunaan ganja sebagai benda terlarang.
Jika diamati, para musisi reggae memang punya simpati
kuat pada kaum rastafarian. Karena itu, mereka keberatan jika reggae
dikonotasikan identik dengan kehidupan yang negatif. Kendati sebagai
hiburan, musik reggae sejatinya berisi pesan positif.
Pada intinya, setelah melalui perjalanan panjangnya,
reggae dan rastafarian bisa dibilang punya arah yang sama. Membawa pesan
kasih sayang dan perdamaian, bukan sekedar berambut gimbal atau tampil
berantakan.
Tak
kenal maka tak sayang. Itulah jeritan hati pecinta reggae sejati.
Kebebasan yang mereka inginkan, bukanlah kebebasan tanpa batas lewat
pengaruh daun ganja.